Rabu, 27 Agustus 2008

Nasib Tragis Sang Diktator, Musharaf


dr hizbut-tahrir.or.id

Ya Allah, siapa saja yang menjadi pengatur urusan umatku, kemudian ia membebani (memberatkatkan) mereka (rakyat) , maka bebanilah (beratkanlah) pemimpin itu . (Doa Rasulullah saw.)

Presiden Pervez Musharraf akhirnya menyatakan pengunduran dirinya. Pengunduran diri Musharraf diumumkan melalui siaran televisi Pakistan, PTV, Senin (18/8). Nasib Jenderal Pakistan ini pun belum jelas. Sejauh ini belum ada kebijakan politik yang memberikan kepadanya kekebalan hukum. Seperti nasib pemimpin Pakistan lain yang dilengserkan.Kemungkinan Musharaf dihukum atau ‘diusir’ dari Pakistan.


Kebencian rakyat pada Musharaf memang sudah memuncak. Hal ini dimanfaatkan secara cerdik oleh elit politik di Pakistan. Jenderal ini dikenal tangan besi dan diktator. Dia berkuasa lewat kudeta militer terhadap PM Pakistan saat itu Nawaz Syarif. Kekuasaan militernya , dia gunakan untuk menyikat siapa saja lawan politiknya. Nawaz Syarif dan Benazir Butho memilih lari dari Pakistan.


Tidak hanya itu, sang Jenderal pun bersebrangan dengan mayoritas rakyatnya yang muslim. Itu terjadi saat Musharaf menjadi sekutu terdekat Amerika Serikat dalam agenda global negara Paman Sam itu, war on terrorism. Musharaf berada pada garda terdepan sekutu AS memerangi mujahidin Khasmir dan Afghanistan yang sedang membebaskan negeri mereka dari penjajahan India dan AS. Dalam perang ini rakyat sipil pun menjadi korban.


Musharaf memberikan jalan bagi pasukan AS dan sekutunya menduduki Afghanistan. Musharaf memuluskan pembantaian tentara AS terhadap saudara muslimnya sendiri di Afghanistan. Puluhan ribu telah terbunuh. Jenderal ini pun menyetor banyak aktivis Islam dan mujahidin ke pihak AS dengan tuduhan teroris. Tidak sedikit tawanan perang muslim di Guantanamo yang mendapat perlakuan kejam AS merupakan hadiah dari Musharaf.


Bagi Musharaf , menjalankan perintah AS adalah kewajiban. Meskipun dia harus menumpahkan darah kaum muslimin, yang sebenarnya rakyatnya sendiri yang harus dilindungi. Musharraf telah memobilisasi tentaranya di wilayah persukuan di perbatasan Afghanistan di Waziristan dan Balukhistan dan terus menambah tentaranya hingga 80 atau 90 ribu pasukan di sepanjang perbatasan Afghanistan.


Pada 26 oktober 2007 dia telah melancarkan serangan kilat kepada kaum muslim di lembah Swat wilayah Timur Laut Peshawar hanya karena kaum muslimin di wilayah itu ingin menerapkan Hukum Islam. Semuanya ini dilakukan untuk menyulut perang yang dicontohkan oleh Wahington yang ingin agen bayarannya Musharraf untuk tetap. Musharaf untuk menimbulkan konflik horizontal antara tentara Pakistan dan rakyatnya sendiri.


Sebelumnya, untuk membuktikan dirinya masih kuat, Musharaf kemudian melakukan pembantaian terhadap ulama dan para santri Masjid Lal (Mesjid Merah) di pertengahan bulan Juli 2007. Sekitar 70 lebih santri dan ulama terbunuh. Padahal sebenarnya sudah hampir tercapai kesepakatan damai setelah para ulama besar Pakistan menjadi mediator. Namun, Musharaf lebih memilih melakukan penyerangan yang menimbulkan korban jiwa. Atas tindakannya itu, sang diktator mendapat pujian dari Amerika Serikat.


Nasib Musharaf tampaknya tidak berbeda dengan rezim diktator lainnya. Seperti Riza Pahlevi (Iran), Marcos (Philipina), Suharto (Indonesia), Saddam Husain (Iraq) . Dosa besar rezim ini juga tampaknya sama, menjadi kaki tangan Amerika Serikat. Rezim diktator ini dalam kebijakannya kemudian lebih memilih menyenangkan sang Tuan Besar, dibanding mensejahterakan rakyat.Membunuh rakyat sendiri pun tidak masalah untuk menyenagkan sang Tuan Besar Imperialis.


Rezimnya telah berakhir. Setelah ditinggal rakyatnya sendiri karena bertindak kejam kepada rakyat, sang diktator pun harus dicampakkan oleh Tuan Besarnya sendiri. Hal itu setelah sang Tuan Besar (Amerika Serikat) melihat Musharaf tidak bisa dipertahankan lagi. Padahal Musharaf telah melakukan apapun untuk sang Tuan.


Sang diktator bukan hanya dihinakan oleh rakyat dan Tuan besarnya. Musharaf juga jelas akan dihinakan oleh Allah SWT atas pengkhianatannya kepada Islam, umat Islam dan para ulama. Ini pelajaran penting buat pemimpin Pakistan yang baru dan juga pemimpin negeri lain yang menjadi kaki tangan AS, termasuk Indonesia . (Farid Wadjdi)

Tidak ada komentar: